CINTA DAN SPIRITUALITAS DALAM MANAJEMEN & BISNIS ❤
Cikarang, JENIUSLINE.- "Ya Rabbi, bintang-bintang bersinar gemerlapan. Manusia sudah tidur nyenyak dan raja-raja telah menutup pintunya. Tiap orang sedang bercinta asyik dengan kesayangannya dan di sinilah aku menyendiri bersama-Mu." ❤
Demikianlah sebait puisi cinta dari Guru Mursyid kita, Rabiatul Adawiyah yang dibacakan Ketua Umum Persemakmuran Pewaris Nusantara, KGPH Eko Gunarto Putro dalam Diskusi Bertajuk "The power of love for sustainable business and beyond" yang diselenggarakan selesai Pengkajian Tasawuf Transformatif di Pendopo Al-Hikmah, Cikarang, Jawa Barat.
Dalam diskusi kali ini, kami membahas tentang peran cinta dalam bisnis. Kami pun memperluas tema itu dengan menggali lebih dalam ke dalam kekuatan cinta dan logika hati dalam mengeksplorasi Visi Cinta dalam perspektif Tasawuf Transformatif sebagaimana dikembangkan oleh Guru Mursyid kita, Allahyarham Syaikh Inyiak Cubadak dan KH. Muhammad Zuhri dan bagaimana hal ini berhubungan dengan masa transformasi saat ini.
Dalam diskusi tersebut kami mencoba mensintesis ilmu pengetahuan, spiritualitas Islam dan Budaya Spiritual Nusantara, mengembangkan spiritual business berbasis Tasawuf Transformatif. Secara sederhana Tasawuf Transformatif adalah eksplorasi diri manusia yang digabungkan dengan hal spiritual. Tujuan Tasawuf Transformatif adalah untuk memunculkan kebenaran atau pengetahuan baru yang dipadukan dengan prinsip atau ajaran Spiritual Islam dan Nilai Luhur Budaya Nusantara yang akan membuatnya menjadi bersifat kokoh.
Tasawuf Transformatif adalah sebuah gerakan spiritual sains yang berakar pada ajaran Sufi. Dimulai oleh KH. Muhammad Zuhri, paham ini tumbuh dan dikenal luas dan mempunyai pengikut di berbagai belahan dunia. Dua komponen penting Tasawuf Transformatif adalah oneness with the world (kesatuan dengan dunia) dan search for self (pencairan diri).
Komponen penting kedua adalah pencarian diri. Tasawuf Transformatif menekankan pentingnya setiap individu mengembangkan kemampuannya dalam berbagai bidang, untuk meraih “keseluruhan”.
Selanjutnya kita akan berusaha mengembangkan konsep-konsepnya dalam pendidikan, pertanian, ekonomi, bisnis, politik dan kedokteran, serta dalam praktik hidup dengan cinta. Bagi Syaikh Inyiak Cubadak dan KH. Muhammad Zuhri, disiplin hidup dengan cinta diperoleh melalui persepsi langsung tentang hati, di mana jiwa kita ditemukan, celah bagi keberadaan otentik Ruh dan peranannya dalam tubuh.
CINTA dalam bisnis dan pekerjaan berarti membuat keputusan dan melakukan diri sendiri dengan cara yang peduli pada orang dan dunia tempat kita hidup. Jadi mengapa cinta (atau spiritualitas) merupakan konsep yang diabaikan dalam bisnis? Tidak selalu begitu.
Cinta adalah kata yang aneh untuk digunakan dalam konteks bisnis dan manajemen, tetapi seharusnya tidak. Cinta adalah konsep normal di bidang di mana belas kasih adalah sifat kedua; misalnya dalam bidang kesehatan dan pengajaran.
Bagi mereka yang mungkin menganggap konsep 'cinta' terlalu emosional atau sentimental, kata 'keruhanian' adalah alternatif yang berguna. KERUHANIAN adalah perspektif dalam dirinya sendiri, dan itu juga mewakili ide-ide sentral untuk cinta sebagaimana diterapkan pada bisnis dan organisasi, yaitu, kualitas keberadaan manusia, nilai-nilai dan kepercayaan pribadi, hubungan kita dengan orang lain, hubungan kita dengan dunia alami, dan seterusnya.
Sejatinya setiap orang yang mencintai seseorang berharap cintanya terbalaskan, namun cinta yang sesungguhnya ialah seseorang yang mencintainya dengan setulus hati tanpa mengharapkan imbalan dan balasan dari yang kita cintai. Dengan indahnya Guru Mursyid kita, Ibn Atha’illah menuliskan:
"Pecinta bukanlah orang yang mengharapkan imbalan atau upah dari kekasihnya. Sejatinya pecinta adalah yang mau berkorban untukmu, bukan yang menuntut pengorbanan darimu”
Rabiah al-Adawiyah adalah satu dari sekian banyak seorang pecinta sejati, Ia hanya mencintai sang maha penciptanya Allah. Ia tidak berniat mengharap surga dan selamat dari neraka dengan amal saleh yang Ia lakukan atau Ia tidak pernah meminta upah berupa materi duniawi dan ukhrawi atas amalnya itu.
Lalu bagaimana dengan kita? Sudahkah memiliki rasa cinta yang luar biasa seperti Rabiah al-Adawiyah? sehingga tanpa Ia meminta apapun Allah telah memberikan segalanya untuknya, sehingga Ia menjadi kekasih Allah.
"Ya Illahi, apabila aku menyembah-Mu karena takut akan siksa neraka-Mu, bakarlah diriku dengan apinya. Bila sujudku pada-Mu karena mendamba syurga, tutuplah pintu syurga itu. Namun bila ibadahku demi Engkau semata, jangan sesekali palingkan wajah-Mu, aku rindu menatap abadinya keindahan-Mu."
Untuk itu, marilah kita melatih diri kita agar mampu menjadi Pecinta Sejati. Dalam pengertian, di mana pun kita berada, posisi apapun yang kita jabat, profesi apapun yang kita kembangkan, kesemuanya itu adalah wujud CINTA kita kepada Allah.
Kadar kecintaan dalam hati orang yang mencintai Allah adalah bertingkat-tingkat. Itulah sebabnya, Allah –subhanahu wa ta’ala- melukiskan betapa besarnya kecintaan orang-orang mukmin kepada-Nya dalam firman-Nya : “Orang-orang yang beriman sangat mendalam cintanya kepada Allah.”. (Qs Al-Baqarah : 165).
Karena itu, dengan segala kemampuan, kekayaan, kekuatan serta kekuasaan yang telah dikaruniakan Allah pada kita marilah kita gunakan untuk membela orang TERTINDAS, menyantuni yatim dan dhuafa serta memberdayakan Umat yang TERMARJINALKAN. (az)
Komentar
Posting Komentar