ZIKIR, PIKIR DAN UKIR SUMBER KEKUATAN PARTAI NUSANTARA BERSATU👍
Jakarta, SKJENIUS.COM.- Nusantara Bersatu melalui kearifan lokal (bhinneka, gotong-royong, guyub, tenggang rasa) sebagai pengikat merupakan satu kenyataan historis. Yang dibutuhkan sekarang adalah pengembangan gagasan kreatif yg berpijak pada kenyataan historis tersebut melalui aktivitas zikir, pikir dan ukir.
Demikian Gagasan Spektakuler yang dilontarkan Ahli Politik dari Universitas Sriwijaya, Palembang, Dr. Zulfikri Suleman, MA di Laman Group WA Dewan Perancang Partai Nusantara Bersatu. “Kita memang perlu menyegarkan terus nilai-nilai yang hendak diperjuangkan agar selalu relevan dgn semangat jaman (tanpa mengurangi esensinya),” tambah penulis Buku DEMOKRASI UNTUK INDONESIA - Pemikiran Politik Bung Hatta itu.
Menanggapi Gagasan Luar Biasa dan Out of The Box itu, Ketua Dewan Syura Majelis Dakwah Al-Hikmah, Kyai Ageng Khalifatullah Malikaz Zaman mengatakan, pernyataan Pak Doktor ini menohok jantung dan menghujam ke hati nurani kita semua. Pasalnya, ketiga kata ini, yakni Zikir, Pikir dan Ukir sebagai khazanah Budaya Spiritual Islam Nusantara, hampir tak pernah dihubungkan dengan dunia Politik. Ketiganya menempati dunia yang berbeda. “Oleh karena itu, pernyataan Beliau menyadarkan kita bahwa Arena Politik kita selama ini sangat jauh dari Nilai-nilai Budaya Nusantara dan Spiritual Islam atau Tasawuf Transformatif,” tandas Kyai Ageng.
Menurut Kyai Ageng Politik dan pikir memang sering disandingkan. Namun, kata ZIKIR amatlah asing bagi kedua dunia tersebut. Dikatakannya, Politik kerap dipahami sebagai perebutan kekuasaan. Politik disempitkan ke dalam pengertian yang dirumuskan oleh Thomas Hobbes di dalam bukunya Leviathan, yakni perang semua melawan semua (bellum omnia contra omnes). Di dalam politik, manusia adalah serigala bagi sesamanya (homo homini lupus). Kepentingan dan bahkan nyawa orang lain dikorbankan, demi mempertahankan dan memperbesar kekuasaan politik.

Semua ini bisa dihindari, jika politik, berpikir dan ukir atau karya dihubungkan kembali dengan zikir. Semua upaya politik, seperti pembuatan kebijakan dan pendidikan politik masyarakat, akan percuma, jika tidak ada unsur Zikrullah (ingat Allah) di dalamnya. Ini seperti membangun gedung tinggi dengan fondasi yang amat lemah. Ia akan runtuh, ketika goncangan terjadi.
Seiring dengan itu, pikir (olah Cipta) pun haruslah diawali dengan Zikir (Olah Rasa). Pasalnya orang yang Cerdas itu adalah manusia yang mampu menangkap Percikan Hidayah dalam Qalbu dengan Kekuatan Nalar. Sehingga dia dapat membaca tanda-tanda atau Ayat Allah di alam semesta dalam berbagai situasi dan kondisi. Merekalah yang disebut sebagai Ulul Albab dalam Al-Qur’an.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi Ulul Albab (orang-orang yang berakal).” “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (Qs. Al Imron : 190-191).
Demikian juga dengan Ukir, kata Ketua Dewan Syura Majelis Dakwah Al-Hikmah itu, haruslah dimaknai sesuai dengan kata ukir dalam filosofi budaya Nusantara yakni sebagai karya untuk kemanusiaan. “Jadi, Ukir atau Karya tersebut haruslah tidak dimaknai sebagai kerja semata, tapi harus ditingkatkan menjadi Amal Shaleh. Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan pun hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja,” kata Kyai Ageng mengingatkan ucapan Buya Hamka tentang makna sebuah karya.
Hidup dengan Zikir, kata Kyai Ageng berarti menyadari betul Kehadiran Allah dalam seluruh aspek kehidupan . Hidup pun lalu dilihat dari sudut pandang kesatuan (Tauhid) dengan semesta ini. Tidak ada yang disebut “orang lain” atau “mahluk lain”, karena pada tingkat paling dalam, kita semua adalah sama. “Tidak ada pula yang disebut sebagai “diri” dengan segala ambisi, ketakutan dan kerumitan emosionalnya. Dari sudut pandang ini, hidup adalah keutuhan, kedamaian dan kejernihan dari saat ke saat,” pungkas Kyai Ageng. (az).
Komentar
Posting Komentar