THE POLITICS OF HAPPINESS : APAKAH KEBAHAGIAAN RAKYAT TANGGUNG JAWAB NEGARA ⁉️๐
Jakarta, SKJENIUS.COM.- Membuat rakyat merasakan bahagia dalam hidupnya adalah tugas moral pemegang kekuasaan yang dipilih atau diberi amanah oleh rakyat sebagai warga negara. Karena kebahagiaan rakyat bersifat hirarkis, maka yang paling pokok dan fundamental untuk kebahagiaan rakyat adalah jika pemerintah selaku pemegang daulat rakyat, mengutamakan dan memperhatikan dulu pembangunan dan perbaikan ekonomi rakyatnya. Jadi inti berbangsa dan bernegara adalah kesejahteraan rakyat.
Demikian terungkap dalam Diskusi Virtual bertajuk “Apakah Kebahagiaan Rakyat Tanggung Jawab Negara?” yang diselenggarakan Dewan Perancang Partai Nusantara Bersatu dalam upaya Merumuskan Platform Partai tersebut. “Dengan demikian, keberhasilan seorang presiden atau kepala negara bukan diukur dari berapa banyak infrastruktur atau gedung yang dibangun. Namun sampai sejauhmana kepala Negara itu mampu meningkatkan Kualitas Hidup Rakyat,” imbuh Dr. Zulfikri Suleman, MA.
Menurut Ahli Sosiologi Politik dari Universitas Sriwijaya itu, Pemerintah dapat Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat melalui pembangunan ekonomi nasionalnya yang berkeadilan sosial atau yang merata dengan : (1) tingkat pendapatan perkapita yang tinggi tapi, (2) dengan indeks gini yang sangat rendah.
“Namun sayangnya, Indonesia merdeka mendekati umur 75 thn. Tapi gagasan tentang negara Indonesia yg sebenarnya, yaitu negara yg mengatasi semua kepentingan politik dan mengutamakan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia masih jauh dari kenyataan,” katanya.
Dr. Zulfikri menegaskan, yang ada sejauh ini baru negara Indonesia politis, yaitu negara yang dikuasai oleh pejabat-pejabat politik (yang mewakili partai-Partai politik). Sehingga para wakil rakyat pun belum mewakili rakyat kecil sebagaimana mestinya. “Semoga Partai Nusantara Bersatu yang mengusung nilai-nilai Budaya Nusantara, terbuka, kemanusiaan, kerakyatan, kebhinnekaan, ditantang untuk memantapkan tekad mewujudkan negara Indonesia dalam pengertian yg sebenarnya, yakni membina masyarakat yang aman damai, sejahtera dan bahagia,” tambahnya.

Mengapa Dewan Perancang Partai Nusantara Bersatu menggunakan teori ini? Karena Menurut Kangjeng Eko, Kebahagiaan Menurut Budaya Nusantara dan Tasawuf Transformatif adalah ketika seseorang Tahu Hakekat Dirinya dan Tahu Hakikat Penciptanya. “Jadi perlu disosialisasikan kepada Umat agar diketahui bahwa sebenarnya kebahagiaan itu datangnya dari dalam diri sendiri, bukan dari orang lain. Dengan mengenali diri sendiri lebih baik maka Anda akan menyadari bahwa kebahagiaan yang sebenarnya memang berasal dari dalam diri sendiri dengan langkah awal yaitu mengenali diri sendiri,” ujar Kangjeng Eko.
Seiring dengan itu, Ketua Dewan Syura Majelis Dakwah Al-Hikmah membenarkan bahwa Kenal Diri adalah kunci Kebahagiaan. Dikatakannya, Sebuah bangsa yang kokoh pondasinya, dibangun dan dimulai dari sebuah keluarga. Sedangkan Cerminan sebuah bangsa yang hebat, bisa dilihat dari kondisi masyarakatnya. Sementara itu, sebuah masyarakat yang sehat atau pun sakit, memiliki hubungan dengan kondisi sosial sebuah keluarga, sebagai unit terkecil dari sebuah masyarakat. “Sedangkan Pembangunan Keluarga Sejahtera dimulai dari anggota keluarga itu sendiri. Oleh karena itu setiap pribadi yang membentuk sebuah Keluarga itu harus Kenal Diri agar bisa Mendayagunakan Potensi Diri untuk meraih Kesejahteraan,” papar Kyai Ageng.
Selanjutnya Kiyai Ageng mengingatkan, jika Anda ingin SUKSES dalam KARIR, BISNIS dan POLITIK, maka SEGERALAH bina Keluarga Anda Menjadi Keluarga yang Bahagia dan Sejahtera. Dikatakannya, berdasarkan pengalaman Beliau sebagai Spiritual Business Consultant di Rumah Sehat Al-Hikmah, ada TUJUH Pilar Keluarga Bahagia dan Sejahtera, yaitu :
1. Menyadari Hak dan Kewajiban Suami Isteri;
2. Melazimkan Shalat berjamaah, Zikir dan Do’a bersama dalam keluarga;
3. Memahami Konsepsi Kebahagiaan masing-masing;
4. Memahami dan Menerapkan Filosofi Budaya dan Kearifan Lokal kedua belah pihak;
5. Mengetahui dan berusaha memenuhi apa kesukaan pasangannya, terutama dalam hal makanan dan sexual;
6. Melakukan Wisata atau Rekreasi bersama setiap 100 hari;
7. Mempunyai Guru Mursyid atau Pembimbing Spiritual yang sama.
Komentar
Posting Komentar