SYAIKH SITI JENAR BERKATA, “HIDUP SEJATI TAK TERSENTUH KEMATIAN.”
Kematian merupakan kenyataan yang pasti dan merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Namun, kenyataan yang tak terhindarkan ini tidak mengakibatkan kematian menjelma menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan, diulas dan direnungkan. Kematian justru merupakan sesuatu yang ingin dihindari dan disingkirkan dari kesadaran kehidupan kita.
Blaise Pascal mengatakan bahwa demi seluruh kehidupan ini, sungguh penting sekali untuk menyadari apakah jiwa manusia akan mengalami kematian atau sebaliknya bersifat kekal. Oleh karena itu, kewajiban dan kepentingan yang paling utama adalah mencari cahaya mengenai hal itu, yang padanya tergantung seluruh tindakan kita.
Hidup sejati, menurut Syekh Siti Jenar, tak tersentuh kematian. Badan, yang berupa tulang, sumsum, otot dan daging, hanyalah perangkap bagi kehidupan. Dia menganggap bahwa hidup di dunia ini tersesat. Hidup yang sebenarnya itu tanpa raga. Justru adanya raga ini yang menimbulkan banyak penyesatan, godaan, iblis dan setan. Raga adalah kerangkeng bagi diri atau jiwa. Dengan raganya manusia menjumpai banyak neraka. Dengan raganya manusia merasakan banyak penderitaan (Chodjim, 2002 : 22-23).
Kaum penganut paham MATERIALISME, tentu tidak akan sependapat dengan Syekh Siti Jenar. Justru raga inilah sebagai unsur utama kehidupan manusia. Organ-organ yang menyusun raga inilah yang bekerja dengan baik sesuai dengan fungsinya masing-masing sehingga memunculkan sifat hidup bagi manusia. Manusia bisa dikatakan hidup bila seluruh organ tubuhnya berfungsi sebagaimana mestinya.
Struktur ontologis yang dimiliki manusia, yang terdiri atas unsur materi dan immateri menunjukkan proses perjalanan eksistensinya, bukan sekedar di dunia. Artinya, manusia memiliki suatu tujuan yang pasti, tujuan yang mentransenden dunia materi. Bersedia atau tidak bersedia pasti akan mengarah ke sana. Itulah cita-cita tertinggi yang terselubung di dalam jiwa manusia dan hanya kematian yang akan mengantarkan ke sana.
Karena itulah Bagi setiap orang yang telah sampai memahami hakikat terdalam dari sebuah proses kematian, unsur ruhani lebih dominan daripada rasio. Sentuhan ruhani dalam melihat fenomena kematian akan menggantikan gambaran kematian sebagai sesuatu yang menakutkan menjadi sesuatu yang dirindukan. Kesakitan, kegelapan, ketersiksaan dalam gambaran kematian berubah menjadi harapan dan kerinduan akan pencapaian kebahagiaan sejati. Kehidupan tanpa beban dan penuh dengan keabadian.
Jadi, Kematian merupakan proses yang harus dialami oleh manusia guna mengembalikannya kepada cita-cita tertinggi yang bersemayam di dalam jiwanya. Remigius Ceme dalam tulisannya tentang Manusia Setelah Mati (1989 : 60) mengatakan bahwa jiwa yang dimiliki manusia berasal dari dunia ruh, dunia ideal. (By : John Rinaldi)
Namun Sayagnya sekarang ini banyak orang Kena Penyakit WAHN : “ CINTA dunia, Takut MATI⁉️” 🤭
Kematian merupakan kenyataan yang pasti dan merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Namun, kenyataan yang tak terhindarkan ini tidak mengakibatkan kematian menjelma menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan, diulas dan direnungkan. Kematian justru merupakan sesuatu yang ingin dihindari dan disingkirkan dari kesadaran kehidupan kita.
Blaise Pascal mengatakan bahwa demi seluruh kehidupan ini, sungguh penting sekali untuk menyadari apakah jiwa manusia akan mengalami kematian atau sebaliknya bersifat kekal. Oleh karena itu, kewajiban dan kepentingan yang paling utama adalah mencari cahaya mengenai hal itu, yang padanya tergantung seluruh tindakan kita.
Hidup sejati, menurut Syekh Siti Jenar, tak tersentuh kematian. Badan, yang berupa tulang, sumsum, otot dan daging, hanyalah perangkap bagi kehidupan. Dia menganggap bahwa hidup di dunia ini tersesat. Hidup yang sebenarnya itu tanpa raga. Justru adanya raga ini yang menimbulkan banyak penyesatan, godaan, iblis dan setan. Raga adalah kerangkeng bagi diri atau jiwa. Dengan raganya manusia menjumpai banyak neraka. Dengan raganya manusia merasakan banyak penderitaan (Chodjim, 2002 : 22-23).
Kaum penganut paham MATERIALISME, tentu tidak akan sependapat dengan Syekh Siti Jenar. Justru raga inilah sebagai unsur utama kehidupan manusia. Organ-organ yang menyusun raga inilah yang bekerja dengan baik sesuai dengan fungsinya masing-masing sehingga memunculkan sifat hidup bagi manusia. Manusia bisa dikatakan hidup bila seluruh organ tubuhnya berfungsi sebagaimana mestinya.
Struktur ontologis yang dimiliki manusia, yang terdiri atas unsur materi dan immateri menunjukkan proses perjalanan eksistensinya, bukan sekedar di dunia. Artinya, manusia memiliki suatu tujuan yang pasti, tujuan yang mentransenden dunia materi. Bersedia atau tidak bersedia pasti akan mengarah ke sana. Itulah cita-cita tertinggi yang terselubung di dalam jiwa manusia dan hanya kematian yang akan mengantarkan ke sana.
Karena itulah Bagi setiap orang yang telah sampai memahami hakikat terdalam dari sebuah proses kematian, unsur ruhani lebih dominan daripada rasio. Sentuhan ruhani dalam melihat fenomena kematian akan menggantikan gambaran kematian sebagai sesuatu yang menakutkan menjadi sesuatu yang dirindukan. Kesakitan, kegelapan, ketersiksaan dalam gambaran kematian berubah menjadi harapan dan kerinduan akan pencapaian kebahagiaan sejati. Kehidupan tanpa beban dan penuh dengan keabadian.
Jadi, Kematian merupakan proses yang harus dialami oleh manusia guna mengembalikannya kepada cita-cita tertinggi yang bersemayam di dalam jiwanya. Remigius Ceme dalam tulisannya tentang Manusia Setelah Mati (1989 : 60) mengatakan bahwa jiwa yang dimiliki manusia berasal dari dunia ruh, dunia ideal. (By : John Rinaldi)
Namun Sayagnya sekarang ini banyak orang Kena Penyakit WAHN : “ CINTA dunia, Takut MATI⁉️” 🤭
Komentar
Posting Komentar