BERIBADAH DI MASJID BAITURRAHMAN, MENGIKUTI PROTOKOL KESEHATAN ๐Ÿ™


Cikarang, SKJENIUS.COM.- Coronavirus, bukan hanya mengguncang dunia Media, namun juga memiliki efek spiritualBerurusan dengan coronavirus adalah tantangan medis dan emosional, namun itu juga dapat membawa kita pada perjalanan spiritual. Virus ini adalah pengingat kuat akan Pemahaman kita tentang Syari'at, Thariqat, Hakikat dan Ma'rifatullah. Maka, satu diantara  hal yang perlu dilakukan oleh mereka yang Belajar Ilmu HAKEKAT adalah PANDAI - PANDAI MELIHAT dan MENYIBAK KEJADIAN di sekitar kita yang ada kaitannya antara ILMU SYAREAT dengan ILMU HAKEKAT. Mana yang RITUAL dan mana yang SPIRITUAL, sehingga dapat menempatkannya sesuai PROPORSI yang tepat dalam AKTUALISASI peribadahan sehari-hari. 

Kita harus mampu MENYINERGIKAN pemahaman Syari’ah, Thariqah dan Hakekat dalam menyikapi Wabah corona. Bukan saja dalam hal Mencegah Penularan dan Penyebaran, Tapi juga Bagaimana Menghalau Corona itu kembali ke asalnya.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Para Guru Mursyid kita, Allahyarham Syaikh Inyiak Cubadak, Doctor Bagindo Muchtar, H. Nasir Adnin Daulat Nan Basusu Ampek, H. Permana Sasrarogawa, KH. Abdurrahman Siregar, KH Muhammad Zuhri dan Buya KH Syakur Yasin, MA sangat SERIUS dalam mengembangkan Metode Penyembuhan Spiritual (Spiritual Healing). Karena itu, Beliau-beliau banyak meninggalkan Teknik Pengobatan dan Resep Obat Tradisional.

Semoga Berbagai Metode Pengobatan Spiritual tersebut dapat kita Gunakan untuk mencegah penularan dan mengobati mereka yang terpapar Covid-19 tersebut. Penularan virus corona (Covid-19) yang begitu cepat mendorong diperlukannya langkah pencegahan dan antisipasi agar virus ini tidak semakin menyebar luas menginfeksi masyarakat. Langkah pencegahan ini juga turut mempengaruhi cara shalat berjamaah. 

Di Masjid Baiturrahman, Padepokan Al-Hikmah, Cikarang, Jawa Barat misalnya, shalat wajib berjamaah dan Shalat Jum’at serta Shalat Sunnah Tarawih dilakukan dengan menerapkan konsep Physical Distancing atau berjarak satu meter antar shaf. Jamaah juga memberi jarak yang cukup dengan jamaah di sampingnya, serta menggunakan masker dan berbagai aturan Protokol Kesehatan lainnya. Hal serupa dilakukan Muslim di Masjidil Haram, Mekkah dan Masjid Nabawi, Madinah, juga di Sudan. Sesuai imbauan di negara itu, jarak shaf antar jamaah harus berjauhan dengan jarak minimal 1,5 meter. Demikian juga  dilaksanakan Umat Islam di Sampang-Madura dan Kota Bengkulu serta beberapa tempat lainnya. Lantas, bagaimana hukum shalat berjamaah dengan shaf berjarak ini? Apakah itu tetap sah dalam kaidah fikih?
Para ulama pada umumnya sepakat bahwa lurus dan rapatnya shaf sholat ini menjadi keutamaan dan kesempurnaan dalam sholat berjamaah. Hal ini bisa dilihat dari sabda Nabi Muhammad yang berbunyi

ุณَูˆُّูˆุง ุตُูُูˆูَูƒُู…ْ، ูุฅู†َّ ุชَุณْูˆِูŠَุฉَ ุงู„ุตَّูِّ ู…ِู† ุชَู…ุงู…ِ ุงู„ุตَّู„ุงุฉِ

Artinya: “Luruskanlah shaf-shaf kalian karena sungguh lurusnya shaf-shaf merupakan bagian dari kesempurnaan salat.” (HR. Ibnu Majah, No. 993).

Dalam hadis lain juga dikatakan anjuran untuk merapatkan dan saling mendekatkan shaf. “Rapatkanlah shaf-shaf kalian dan saling mendekatlah antar shaf.” (HR. Abu Dawud, No. 667).

Para ulama bersepakat bahwa rapatnya dan lurusnya shaf sholat berjamaah ini hanya perintah yang sunah. Hal ini lantaran rapatnya shaf sholat ini merupakan kesempurnaan saja dan apabila shafnya tidak rapat atau shafnya berjarak tidak sampai pada pembatalan sholat.

Menurut Ustadz Khalwani Ahmad, kita semua mengetahui bahwa dalam kajian Fikih Maqosid Asyariah menjaga nyawa adalah sebuah kewajiban. Oleh karenanya mencegah penyebaran virus corona adalah masuk kedalam ranah darurat (hal primer). Sementara itu merapatkan dan meluruskan shaf sholat masuk kedalam ranah tahsiniat (hal tersier) dan setinggi-tingginya masuk keranah hajiniyat (hal sekunder).

Dengan demikian shaf berjarak dalam sholat yang dilakukan untuk mengindari penyebarn virus corona hukumnya diperbolehkan. Namun demikian shaf berjarak ini hanya boleh dilakukan karena keadaan darurat saja. Sedangkan setelah keadaan kembali seperti semula maka shaf harus kembali rapat dan lurus. Hal ini seperti kaidah fikih yang menyatakan

ุงู„ุถَุฑُูˆْุฑَุงุชُ ุชُู‚َุฏَّุฑُ ุจِู‚َุฏَุฑِู‡َุง
Artinya: “Kondisi darurat ditolerir sesuai kadar kedaruratannya.”

Seiring dengan penjelasan di atas, Dai Ambassador Dompet Dhuafa, Ustaz Alnof Dinar, menjelaskan shalat berjamaah yang dilaksanakan di dalam masjid itu sah selama makmum mengetahui perpindahan gerakan imam dari satu pekerjaan shalat kepada pekerjaan lainnya. Baik dengan melihat maupun dengan mendengar atau dengan cara melihat imam langsung atau melihat gerakan makmum lain atau mendengar suara imam atau mendengar suara mubaligh (orang yang menyambungkan suara imam agar terdengar oleh jamaah yang posisinya jauh dari imam).

Ia mengatakan, shalat berjamaah sah sekalipun jarak imam dan makmum jauh dan tidak lebih dari 300 hasta. Hal ini dijelaskan dalam kitab Minhaj al-Qawim, bahwa shalat berjamaah tetap sah jika mereka berdua (imam dan makmum) berada di dalam satu masjid atau beberapa masjid, yang pintu-pintunya terbuka atau jika ditutup tidak dikunci mati (dipaku).

Shalat berjamaah juga sah jika masing-masing masjid berjamaah dengan adanya seorang imam, muadzin dan jamaah khusus, meskipun jarak mereka berjauhan. Misalnya jarak di antara mereka tidak lebih dari 300 hasta. Menurut Madzhab Syafi'i dan Madzhab Hanbali, satu hasta setara dengan 61,834 cm (dibulatkan 62 cm).

"Di dalam kitab Nihayah al-Zain disebutkan, jika imam dan makmum berada di dalam satu masjid yang sama, shalat berjamaah mereka sah, sekalipun jarak shaf mereka jauh, bahkan sampai 300 hasta," kata Ustaz Alnof.

Berdasarkan pandangan para ulama Mazhab Syafi'i, sebagai amalan masyarakat rumpun Melayu, shalat jamaah yang dilakukan di dalam satu tempat yang sama (masjid, mushala, aula, lain-lain) hukumnya tetap sah meskipun jarak mereka berjauhan. Hal ini menurut Ustaz Alnof sering juga ditemukan pada kebanyakan jamaah di Masjid Al-Haram dan Masjid Nabawi. Mereka umumnya adalah jamaah yang masbuk dan shalat di halaman masjid, jalan-jalan menuju masjid, pelataran hotel dan mal yang menyambung ke halaman masjid.

"Maka shalat yang dilakukan oleh sebagian jamaah di saat wabah virus corona dengan membuat jarak antara satu orang jamaah dengan yang lain sejauh satu meter atau kurang dari itu, adalah boleh dan sah shalat berjamaah mereka menurut semua mazhab Fiqh, selain mazhab Zhahiriyah," pungkas  Alnof Dinar. (az).




Komentar

Postingan populer dari blog ini

PT. CITRA SAMUDERA RAYA MEMASUKI TAHUN EMAS 2020๐Ÿ‘❤๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉ๐Ÿ™

TEKNIK ZIKIR PASRAH DIRI (TAWAKAL) UNTUK PENYEMBUHAN DIRI SENDIRI ๐Ÿ™

THERAPY ala Nabi SAW di RUMAH SEHAT AL-HIKMAH : Gratis KONSULTASI Spiritual ๐Ÿ™