SUKSES BARU BAHAGIA ATAU BAHAGIA LANGSUNG SUKSES !?🤭




Jakarta, JENIUSLINE.- Mungkin banyak orang menyangka KESUKSESAN akan membawa KEBAHAGIAAN. Karena sebagai mereka bepikir sebagai orang sukses tentu mereka akan punya banyak uang. Maka, berlomba-lombalah mereka mengejar Sukses. Mereka pun sibuk, siang malam, menghabiskan waktu sampai 14 jam sehari. Bahkan, Empat Belas (14) jam sehari bukan hanya sekali seminggu, tetapi setiap hari. Hanya demi memikirkan target pendapatan yang belum tercapai, sehingga harus mengalihkan perhatian terhadap kesehatan dirinya sendiri.

Sekarang ini Banyak pelaku usaha yang menjalankan bisnisnya dengan memanfaatkan berbagai cara, bahkan dengan cara yang tidak lazim seperti contoh kalau kita searching di web-site banyak pihak yang menawarkan produknya melalui video live yang tersembunyi di balik kata-kata yang agak kurang pantas bila kita tinjau secara moral. 

Apapun itu tujuannya hanya satu, untuk mendongkrak dan mempercepat penjualan. Mereka memperhitungkan bahwa secara garis lurus jika penjualan meningkat otomatis revenue juga meningkat yang pada akhirnya berdampak garis lurus kepada profit usaha. Jika profit usaha meningkat, maka uang pun semakin banyak memenuhi rekening bank. Dan tentu saja mereka berharap hidupnya akan BAHAGIA karena mengantongi banyak uang.⁉️🤭

Namun apa yang terjadi, nampaknya diluar perkiraan mereka. Kesuksesan, mungkin dapat melahirkan kebahagiaan, tapi kesuksesan bukan faktor utama yang menjadikan orang bahagia, karena kesuksesan adalah proses kerja keras dan fokus untuk meraih impian hidup yang telah direncanakan (ditargetkan), yang didapatkan melalui pergerakan ruang dan berjalannya waktu. 

Sedangkan kebahagiaan adalah rasa nyaman, tenang, dan lapang, saat mengalami berbagai bentuk kehidupan, dimanapun dan kapanpun kita berada, yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Karena itu kebahagiaan tidak bisa diukur dengan sesuatu yang nampak, seperti jabatan yang tinggi, materi yang berlimpah, dan pasangan hidup yang rupawan. Maka, meraih kebahagiaan Lebih Utama dari pada upaya memusatkan pembangunan ekonom semata. Karena bahagia tak akan bisa dibeli dengan uang. 

Karena itu, jika hidup kita hanya fokus untuk meraih kesuksesan, justru malah  terkadang dapat mengorbankan kebahagiaan, bahkan dapat mengorbankan segalanya. Betapa banyak orang dalam meraih kesuksesan (obsesi) dirinya, rela melakukan praktik-praktik yang jauh dari esensi kebahagiaan, seperti mengorbankan kesehatan dirinya dengan pola hidup yang tidak seimbang, mengorbankan keharmonisan keluarganya demi lebih mengutamakan karirnya, mengorbankan hubungan persahabatan dengan cara menjilat atasan dan memfitnah koleganya, serta mengorbankan citra dirinya sehingga menjadi musuh masyarakat karena perilakunya yang korup. 

Jadi tak usah heran, jika Anda berjumpa dengan orang yang sukses, namun tak bahagia. Sebagai seorang Spiritual Business Consultant, saya banyak menjumpai betapa banyak orang sukses yang akhirnya stres karena kebingungan dengan aturan main kesuksesan itu dan trik-trik mempertahankannya. Adolf Merckle salah satu orang yang pernah menyandang gelar sebagai orang terkaya di Jerman itu membunuh dirinya sendiri dengan menabrakkan badannya ke kereta api karena terlilit hutang yang tidak mampu diatasinya.

Jadi, kesuksesan bukan tentang seberapa banyak uang yang Anda hasilkan, tapi seberapa besar anda bisa memanfaatkan uang untuk melakukan perubahan untuk hidup orang lain. Dan pada akhirnya, kita harus SADAR bahwa sukses tak selalu tentang Materi, bukan juga perihal orang lain, tapi tentang Diri Sendiri. Kerena itu, meningkatkan Kualitas Hidup dan NILAI nilai Spiritual adalah lebih Utama dibanding mengejar target penjualan tiap bulan saja. 



KEBAHAGIAAN SEJATI

Dalam tradisi Islam, kebahagiaan pada dasarnya merujuk pada salah satu kata dalam bahasa Arab yang disebut sa’adah. Sa’adah adalah kata bentukan dari suku kata sa’ada, yang berarti bahagia. Definisi bahagia, dalam tradisi ilmu tasawuf, seperti yang disampaikan Imam al-Ghazali, dalam karyanya yang monumental Ihya Ulumiddin, merupakan sebuah kondisi spiritual, saat manusia berada dalam satu puncak ketakwaan.

Jangan lebih mementingkan kebutuhan duniawi, tetapi seimbangkanlah dengan kebutuhan rohani. Dengan ini kita bisa benar-benar dapat merasa bahagia. Karena kekayaan (uang) merupakan kebahagiaan yang bersifat hampa. Kebahagiaan sejati hanya bisa diperoleh dengan hubungan yang baik dengan Allah. Jadi, kebahagiaan itu adalah manifestasi berharga dari mengingat Allah. Bahagia merupakan kenikmatan dari Allah SWT. 

Maka, kebahagiaan membutuhkan komitmen dari dalam diri dan seseorang tidak akan bisa merasa bahagia secara kebetulan atau tidak disengaja. Jangan menghabiskan waktu Anda hanya untuk mengeluh tentang sesuatu hal.

Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq. (QS. At-Taubah: 24).

Seiring dengan itu, kepercayaan yang positif tentang kehidupan dan menyadari bahwa kehidupan seorang hamba adalah untuk mengabdi kepada Allah dan melaksanakan tugas sebagai Khalifah-Nya serta Berjihad di jalan-Nya, Insya Allah menjadi sumber kebahagiaan yang Luar Biasa bagi seseorang yang sadar akan perannya di muka Bumi Ini. Hal itu, tentu saja datang dari tingkat spiritualitas yang baik. Sebuah penelitian dengan World Value Survey dari tahun 1981-2014 menyebut bahwa religiusitas (tingkat Spiritualitas) seseorang berperan penting dalam membentuk Kebahagiaan dan Kesejahteraan. (az).



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PT. CITRA SAMUDERA RAYA MEMASUKI TAHUN EMAS 2020👍❤🇮🇩🙏

TEKNIK ZIKIR PASRAH DIRI (TAWAKAL) UNTUK PENYEMBUHAN DIRI SENDIRI 🙏

THERAPY ala Nabi SAW di RUMAH SEHAT AL-HIKMAH : Gratis KONSULTASI Spiritual 🙏