REVOLUSI PENDIDIKAN TINGGI ATASI SARJANA MENGANGGUR ‼️
Jakarta, JENIUSLINE.- Hampir 75 tahun merdeka Indonesia belum juga mampu menuntaskan masalah pendidikan. Pendidikan sebagai tonggak kekuatan nasional, landasan pembangunan sumber daya manusia. Setidak-tidaknya pendidikan itu menyangkut dua hal; transfer ilmu dan transfer nilai. Lantas, kemana arah pendidikan Indonesia di era 4.0 ini? Tentu bukan pertanyaan mudah untuk dijawab oleh Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf ?
Demikian disampaikan oleh Ketua Umum Gerakan Anti Nganggur Nusantara (GANTARA), Masrul Chaniago, S.Sos menjawab pertanyaan wartawan seputar makin banyaknya sarjana yang menganggur di Indonesia.“Pasalnya, Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2019 lalu menunjukkan, sekitar 737.000 orang anak bangsa terpaksa mengubur mimpi karena tidak dapat ditampung oleh lapangan kerja. Padahal mereka itu lulusan universitas dengan rentang pendidikan S1 hingga S3,” tambahnya.
Menurut Ketum GANTARA yang juga adalah Direktur Utama PT. Servindo Gardatama yang bergerak dalam bidang usaha Manpower Supply itu, meningkatnya jumlah pengangguran lulusan universitas yang mencapai 5,67 persen dari total angkatan kerja sekitar 13 juta orang ini menunjukkan adanya ketidaksingkronan antara Kurikulum Perguruan Tinggi dengan Dunia Kerja. Karena itulah, Pengangguran sarjana di Indonesia memang selalu menjadi masalah yang menyelimuti dalam perkembangan masa kini.
“Masalah ini terutama disebabkan banyaknya lulusan Perguruan Tinggi yang hanya ingin menjadi pencari kerjabukan pencipta kerja, belum lagi tuntutan dari perguruan tinggi yang menginginkan mahasiswanya cepat lulus tanpa diberikan keterampilan yang cukup dalam menghadapi dunia kerja serta kurangnya jumlah lapangan pekerjaan padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja,” tandasnya.
Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 259 juta jiwa, kata Masrul Chaniago, maka semakin menambah rumitnya kompleks permasalahan yang ada di Indonesia. Mulai dari sarjana pendidikan, sarjana hukum, sarjana ekonomi, sarjana komputer dan masih banyak sarjana-sarjana yang lainnya. “Ada tiga faktor dasar yang menjadi permasalahan tingginya tingkat pengangguran sarjana di Indonesia yaitu: (a) ketidaksesuaian hasil yang dicapai antara pendidikan dengan lapangan kerja, (b) ketidakseimbangan permintaan dan penawaran terhadap jasa manusia, (c) kualitas sumber daya manusia itu sendiri,” papar Masrul lebih lanjut.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, menurut Ketum GANTARA, Masrul Chaniago, S.Sos, perlu diadakan Revolusi Pendidikan Tinggi. Pemerintah harus mengadakan pembenahan kurikulum Pendidikan secara Total. Sehingga peran negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, “Mencerdaskan kehidupan Bangsa” dapat terwujud.
Jadi, bukan sekedar menciptakan orang pintar semata. Karena kepintaran semata tidak cukup (Smart Is Not Enough!). Perguruan Tinggi harus Mampu mendidik Manusia menjadi Ulul Albab yang pendai membaca alam Terkembang. Mereka pun Ahli dalam Olah Rasa, Olah Cipta dan Olah Karsa. Sebagaimana Allah ta’ala pun memuji Ulul Albab (orang yang berakal/cerdas) dan menjelaskan kebiasaan mereka mentadaburi ayat ayat Allah ta’ala berupa ciptaan Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Al Imron : 190-191).
Menurut Dirut PT. Servindo Gardatama itu, kurikulum pendidikan itu semestinya dinamis. Namun demikian pemerintah harus menjamin ada nilai-nilai Spiritualitas, Kebudayaan dan Nasionalisme yang tertanam dalam kurikulum yang baru tersebut. "Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia harus merujuk kepada tiga hal, yaitu Revolusi Spritual, Pembangunan Ekonomi dan Pemajuan Kebudayaan. Setelah Ketiga hal tersebut memiliki konsep yang jelas, baru kurikulum dan sistem pendidikan bisa diarahkan," tegas Masrul.
Dengan demikian, kata Ketum GANTARA itu, diharapkan dapat tercipta keselarasan antara dunia pendidikan dengan kontribusi
generasi muda terhadap pembangunan bangsa dan meningkatnya Kepedulian Sosial di tengah masyarakat. Oleh karenanya, pendidikan harus sesuai dengan situasi dan kondisi kebangsaan saat ini.
"Maka, yang harus dijawab pertama, mau dibawa kemana Spiritualitas, Ekonomi dan Kebudayaan dari bangsa ini. Setelah ketiga hal itu jelas, baru pendidikan di Indonesia bisa diarahkan, sehingga dapat tercipta keselarasan. Masalahnya, spiritualitas, ekonomi dan kebudayaan Indonesia ini belum jelas arahnya," pungkas Masrul Chaniago. (az
Komentar
Posting Komentar