MAU DIBAWA KEMANA EKONOMI DAN KEBUDAYAAN INDONESIA?



Jakarta, JENIUSLINE.- Kesalahan fatal dalam pelajaran Ilmu Ekonomi yang di ajarkan di sebagian sekolah, bahkan sampai perguruan tinggi adalah prinsip ekonomi yang seat, yaitu : " Dengan Modal sekecil-kecilnya, hasil sebesar-besarnya. Ini adalah prinsip ekonomi yang sesat dan menyesatkan. Bagaimana tidak? ketika seseorang memiliki prinsip modal sekecil-kecilnya maka akan mendorong orang tadi untuk bersikap pelit dan membayar murah upah buruh.

Demikian disampaikan oleh Ketua Umum Gerakan Anti Nganggur Nusantara (GANTARA), Masrul Chaniago, S.Sos menjawab pertanyaan wartawan seputar penyebab ketimpangan ekonomi yang terjadi di Indonesia saat ini. "Demikian juga jika punya prinsip meraih hasil sebesar-besarnya, ini akan mendidik kita untuk bersikap rakus, bahkan saking rakusnya keuntungan orang lain bisa-bisa ikut diambil," tambahnya.

Namun sayangnya, menurut Masrul yang juga adalah Direktur Utama PT. Servindo Gardatama itu, prinsip ekonomi yang salah ini masih diajarkan di sebagian sekolah. Padahal itulah cikal bakal menancapnya cengkeraman kuku Kapitalisme di tengah masyarakat kita. "Maka, siapa saja yang masih membayar buruh dengan upah murah atau menggaji karyawan dengan gaji minim, dia sesungguhnya sudah jadi kapitalis," kata Ketum GANTARA itu.

Karena itu, jika kita ingin mengatasi ketimpangan sosial yang ada, pemerintah harus serius menerapkan sistem ekonomi Gotong Royong dan merevisi pelajaran Ilmu di Sekolah dan Perguruan Tinggi agar sesuai dengan Petunjuk Allah dalam Al-Qur'an dan Sunnah dan Nilai Luhur Budaya Nusantara.

"Dengan demikian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu segera mengubah kurikulum yang terkait dengan ekonomi dan keuangan serta menyesuaikan dengan kebutuhan saat ini. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia di Indonesia," kata Direktur Utama PT. Servindo Gardatama yang bergerak dalam bidanga Manpower Supply itu.

Menurut Ketum Gerakan Anti Nganggur Nusantara itu, kurikulum pendidikan itu semestinya dinamis. Namun demikian pemerintah harus menjamin ada nilai-nilai keislaman, kebudayaan dan nasionalisme yang tertanam dalam kurikulum yang baru tersebut. "Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia harus merujuk kepada dua hal, yaitu pembangunan ekonomi dan kebudayaan. Setelah kedua hal tersebut memiliki konsep yang jelas, baru kurikulum dan sistem pendidikan bisa diarahkan," tegas Masrul.

Dengan demikian, kata irektur Utama PT. Servindo Gardatama itu, diharapkan dapat tercipta keselarasan antara dunia pendidikan dengan kontribusi generasi muda terhadap pembangunan bangsa. Oleh karenanya, pendidikan harus sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan kebangsaan saat ini.

"Yang harus dijawab pertama, mau dibawa kemana ekonomi dan kebudayaan dari bangsa ini. Setelah kedua hal itu jelas, baru pendidikan di Indonesia bisa diarahkan, sehingga dapat tercipta keselarasan. Masalahnya, ekonomi dan kebudayaan Indonesia ini belum jelas arahnya," pungkas Masrul Chaniago. (az).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PT. CITRA SAMUDERA RAYA MEMASUKI TAHUN EMAS 2020👍❤🇮🇩🙏

KHASIAT KUNGKUM (MANDI & BERENDAM) DI LAUT BISA BUKA AURA

YUK...KITA REKREASI SPIRITUAL DI PUTRI DUYUNG COTTAGE ANCOL ❤️