KEUTAMAAN MEMBERI MAKAN, INDAHNYA KEBERSAMAAN


Cikarang, JENIUSLINE. - Saudaraku ❤ Ibadah demi ibadah kita tidak cukup untuk meraih surga-Nya Allah. Shalat, zikir, tilawah, puasa, bahkan haji sekalipun belum tentu menjamin keselamatan kita di akhirat nanti.

Jangan kira ibadah lahiriah kita sudah pasti memasukkan kita ke surga. Ibadah ritual kita yang sifatnya pribadi tidak lengkap tanpa diiringi dengan amal sosial kita. Karena itulah orang yang beriman harus melengkapi dirinya dengan amal-amal sosial.

Nabi SAW bersabda, “Tidak (sempurna) iman orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan.” (HR al-Baihaqi).

Alangkah indahnya jika kita memahami ajaran Islam ini secara utuh. Bahwa Islam bukan ajaran individualis, melainkan ajaran yang mengedepankan distribusi kebaikan kepada orang banyak.

Orang yang beriman harus hadir membantu saudaranya yang kesulitan. Bukan semata atas dasar kemanusiaan, melainkan itulah tuntutan keimanan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, sudah menjadi tradisi bagi Jamaah Masjid Baiturahman untuk memberi makanan, seusai pengajian ataupun Jum'atan kepada sesama jamaah, fakir miskin dan dhu'afa serta para santri yang membutuhkan.

Sebagaimana biasa setiap hari sabtu malam Minggu, ba'da Shalat Isya, kami mengadakan Kajian dan Diskusi Tasawuf Transformatif di Masjid Baiturahman. Alhamdulillah pada malam itu selesai pengajian kami menikmati makanan yang dihidangkan oleh Ibu Ustadzah Elly Syofiani.


Bahagia rasanya berada di antara para jamaah pengajian malam ini, sambil menikmati makanan dengan lauk ikan bakar, rendang, sambal jengkol teri dan sayur labu siam. Suasana penuh kekeluargaan amat terasa erat tidak lupa kita harus selalu bersyukur sekecil apapun nikmatnya tetap di syukuri.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7)

Ada tiga hal yang harus dilakukan manusia ketika menerima nikmat Allah agar ia dipandang sebagai hamba yang bersyukur kepada-Nya.

Pertama: secara batiniah ia harus mengakui telah menerima nikmat dari Allah.

Kedua: secara lahiriah ia mengucapkan syukur atas nikmat itu.

Ketiga: ia harus menjadikan nikmat itu sebagai pendorong untuk lebih giat beribadah kepada Allah Swt.

Bila ketiga hal tersebut telah berpadu dalam diri seorang hamba, maka ia layak dikatakan sebagai hamba yang bersyukur kepada Allah.

Tiga hal tersebut sebenarnya perpaduan antara hati, lisan dan perbuatan. Hati menjadi media untuk merasakan dan meyakini bahwa Allah-lah yang telah memberikan nikmat itu, bukan yang lain. Hati senantiasa merasakan kebaikan Allah sehingga mengakui sifat-sifat Maha Luhur yang dimiliki-Nya.

Pengakuan ini akan membuka pintu ke arah ma’rifatullah dan mahabbatullah.  Lisan sebagai media untuk memuji kebaikan-Nya itu, sementara perbuatan merupakan transformasi kesyukuran itu yang nampak dalam bentuk ketaatan beribadah dan pencegahan diri dari segala macam bentuk kemaksiatan. (az).





Komentar

Postingan populer dari blog ini

PT. CITRA SAMUDERA RAYA MEMASUKI TAHUN EMAS 2020👍❤🇮🇩🙏

TEKNIK ZIKIR PASRAH DIRI (TAWAKAL) UNTUK PENYEMBUHAN DIRI SENDIRI 🙏

THERAPY ala Nabi SAW di RUMAH SEHAT AL-HIKMAH : Gratis KONSULTASI Spiritual 🙏