REZEKI BERBANDING LURUS DENGAN KUALITAS IBADAH




Jakarta, JENIUSLINE.- Mungkin banyak orang menyangka bahwa Peningkatan Kualitas Hidupnya berbanding lurus dengan usaha atau pekerjaannya. Maka berlomba-lombalah manusia berusaha dan bekerja. Bahkan siang hari di rasa kurang, maka malam pun digunakan untuk berbisnis atau berdagang. Maka, tenggelamlah mereka dalam kesibukan tiada henti. 

Kompetisi yang sengit seringkali terlihat tatkala dibuka lowongan penerimaan pegawai di berbagai instansi. Tak kalah serunya tatkala diselenggarakan job fair (bursa kerja), para pencari kerja begitu berjubel dan berebut mendapatkan formulir pendaftaran. Banyaknya kesempatan yang ditawarkan tidak berbanding lurus dengan jumlah orang yang membutuhkan pekerjaan, tidak proporsional.

Namun sayangnya, setelah mereka bekerja “sungsang sembel ”, berusaha ke sana ke mari, hidup mereka masih juga belum berubah. Penghasilan pagi habis petang. Gaji sebulan hanya cukup seminggu. Mengapa ⁉️🤭

Karena itulah, sebagai Muslim, seharusnya kita memahami Konsep Rezeki dalam Islam. Seiring dengan itu kita pun harus menyadari bahwa rezeki manusia sangat dipengaruhi oleh dua unsur yaitu aspek internal dan aspek eksternal.

Dari segi internal, satu diantaranya Keimanan kita atas segala ketentuan (taqdir) Allah, hal ini adalah unsur Ilahiyah yang tidak dapat dilogika kan oleh akal semata. Akan tetapi, keajaiban Iman kepada Taqdir  mampu memberikan pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan keberkahan daan keberlimpahan rezeki. Sebagaimana disebutkan Allah dalam Firman-Nya : “Tidak ada satupun yang bergerak di muka bumi ini kecuali Allah yang menanggung rezekinya. (QS. Hud: 6).

Dalam hadis dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita tentang proses penciptaan manusia. “Kemudian diutus malaikat ke janin untuk meniupkan ruh dan diperintahkan untuk mencatat 4 takdir, takdir rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya.” (HR. Muslim 6893).

Turunan dari prinsip ini bahwa siapapun anggota keluarga yang nafkahnya menjadi tanggung jawab kita, hakekatnya yang memberi rizki mereka adalah Allah dan bukan kepala keluarga. Kepala keluarga yang bekerja hanya perantara untuk rizki yang Allah berikan bagi anak-anaknya. Demikian juga karyawan yang bekerja di perusahaan kita, pada dasarnya yang memberi rizki mereka adalah Allah dan bukan pemilik atau pimpinan perusahaan. Jadi, perusahaan hanyalah alat penyalur rezeki bagi para pekerja atau buruhnya.

Karena REZEKI itu sudah TERSEDIA, maka kita harus SADAR sepenuhnya bahwa tak ada hubungannya antara Rezeki dengan Usaha Manusia. Namun rezeki manusia itu berbanding lurus dengan IMAN dan TAQWA kita. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an : 

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS: Al-A’raf [7]: 96).

Imam Nawawi menyebut bahwa yang dimaksud dengan berkah adalah tumbuh, berkembang, atau bertambah; dan kebaikan yang berkesinambungan.

Dengan demikian, kunci utama membangun kehidupan masyarakat Indonesia yang maju, sejahtera, bahagia dan penuh keberkahan adalah dengan senantiasa ingat kepada Allah, serta terus meningkatkan iman dan taqwa, sehingga cara berpikir kita, perilaku kita, benar-benar membawa kebaikan.

Bagaimana taqwa itu, Guru Mursyid kita, Allahyarham H. Permana Sasrarogawa menjelaskan, “taqwa adalah tunduk, patuh, menaati Allah dan tidak bermaksiat kepada-Nya. Senantiasa mengingat Allah serta bersyukur kepada-Nya tanpa ada pengingkaran (kufr) di dalamnya.”

Karena itu, Syaikh Inyiak Cubadak Mengingatkan Iman dan Taqwa itu harus diwujudkan dalam bentuk Ibadah dan Amal Shaleh. Jadi Kualitas Hidup manusia itu berbanding lurus dengan Kualitas Ibadahnya kepada Allah. Namun demikian manusia berkewajiban berusaha (ikhtiar) untuk :

  1. Mendapatkan Rezeki;
  2. Mengumpulkan Reseki;
  3. Menunggu Datangnya Rezeki;
  4. Mengelola Rezeki;
  5. Mengembangkan Rezeki;
  6. Melipat-gandakan Rezeki;
  7. Mendayagunakan Rezeki di Jalan Allah

Ibnul Qayyim berkata, “Fokuskanlah pikiranmu untuk memikirkan apapun yang diperintahkan Allah kepadamu. Jangan menyibukkannya dengan rezeki yang sudah dijamin untukmu. Karena rezeki dan ajal adalah dua hal yang sudah dijamin, selama masih ada sisa ajal, rezeki pasti datang. Jika Allah -dengan hikmahNya- berkehendak menutup salah satu jalan rezekimu, Dia pasti –dengan rahmatNya- membukan jalan lain yang lebih bermanfaat bagimu.”

Jadi, Anda tidak perlu khawatir dengan Rezeki. Pasalnya, rezeki selain sudah diatur, juga sudah dibagi dengan adil. Allah Ta’ala berfirman,

Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Allah memberi rizki pada mereka sesuai dengan pilihan-Nya dan Allah selalu melihat manakah yang maslahat untuk mereka. Allah tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk mereka. Allah-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya. Dan Allah-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 553).

Rezeki itu berbanding lurus dengan Iman dan Taqwa. Iman dan Taqwa berbanding luruh dengan ridha Allah, sedangkan Ridha Allah ada pada ibadah dan amal shaleh, ibadah dan amal shaleh membangun kedekatan kepada Allah. Insya Allah orang yang beribadah mendapatkan ridha Allah, orang yang mendapatkan ridha Allah. Allah sendiri yang mendekatkan rezeki itu kepada hamba yang Diridhai-Nya. (az).



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PT. CITRA SAMUDERA RAYA MEMASUKI TAHUN EMAS 2020👍❤🇮🇩🙏

TEKNIK ZIKIR PASRAH DIRI (TAWAKAL) UNTUK PENYEMBUHAN DIRI SENDIRI 🙏

THERAPY ala Nabi SAW di RUMAH SEHAT AL-HIKMAH : Gratis KONSULTASI Spiritual 🙏